Sabtu, 28 Januari 2012

Ini Modus Illegal Mining di Bangka Belitung


Sabtu, 28 Januari 2012JAKARTA - Illegal mining di Pulau Bangka dan Belitung tidak hanya dilakukan oleh tambang inkonvensional (TI), tetapi bisa juga oleh perusahaan berizin resmi seperti perusahaan smelter. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian penegak hukum, karena kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih besar.

Tambang inkonvensional jelas melanggar hukum, karena praktiknya dilakukan di wilayah usaha pertambangan (WUP) milik sebuah perusahaan tertentu atau di wilayah yang bukan wilayah usaha pertambangan, dan hasilnya dijual kepada para kolektor.

”Tetapi yang melanggar hukum bukan hanya para pelaku TI melainkan pengusaha berizin resmi yang memanfaatkan TI melalui kolektor,” ungkap anggota Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia Bangka Belitung (LCKI-Babel) Bambang Herdiansyah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (28/1/2012).

Bambang menjelaskan, tidak sulit untuk menelusuri para kolektor ini bekerja untuk siapa. Terutama jika mencermati data ekspor timah yang dilakukan oleh seluruh perusahaan timah di Provinsi Bangka Belitung (Babel), terutama data ekspor timah tahun 2009.

Dari data ekspor timah tersebut tercatat bahwa PT Timah telah mengekpor 49.240 metrik ton (MT) atau sekitar 41,13 persen dari total ekspor timah dari Provinsi Babel yang dihasilkan dari wilayah usaha pertambangan seluas 473.800 ha atau 89 persen dari total wilayah usaha pertambangan (WUP) yang ada di Babel.

Berikutnya PT Koba Tin mengekspor sebanyak 7.400 MT dengan luas WUP 41.680 ha atau delapan persen dari seluruh WUP di Babel. Sementara itu, perusahaan timah gabungan swasta yang disinyalir sekitar 30-an jumlahnya, justru mengeskpor 63.071 MT atau sekitar 52,69 persen dari total ekspor timah dari Babel. ”Padahal WUPnya hanya seluas 16.884 ha atau tiga persen saja dari total wilayah usaha pertambangan yang ada di Provinsi Babel,” kata Bambang.

Semula Bambang menduga, PT Timah (Persero) Tbk tidak efisien dalam proses produksinya, sehingga hasil produksinya jauh lebih rendah dibandingkan dengan gabungan perusahaan smelter swasta. Tetapi setelah membandingkan data produksi PT Koba Tin dengan gabungan perusahaan swasta hasilnya tidak masuk akal.

”Bagaimana gabungan perusahaan swasta tersebut bisa memperoleh timah melampaui PT Timah (Persero) Tbk dan PT Koba Tin. Padahal WUP-nya jauh lebih kecil ketimbang dua perusahaan tersebut. Jika bukan dari kolektor yang membeli timah dari TI,” tegas Bambang.

Bambang pun menyebut, praktik seperti ini sebagai illegal mining yang dilakukan oleh perusahaan berizin resmi. “Praktik semacam inilah yang sudah sepatutnya menjadi perhatian para penegak hukum, ketimbang hanya mengurus TI. Karena sangat merugikan baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan,” tegas Bambang.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Utama PT Timah (Persero) Tbk Wachid Usman. Bahwa illegal mining, telah membuat profit yang diperoleh oleh perusahaan yang dipimpinnya menurun. Padahal kegiatan PT Timah (Persero) Tbk tidak berhenti setelah menjual produknya, melainkan wajib melakukan reklamasi lahan pasca-tambang, di samping kewajiban lainnya.

Menanggapi maraknya praktik illegal mining di Bangka Belitung, aktivis KNPI Babel Fahrizan menyangsikan kemampuan aparat penegak hukum memberantas praktik illegal mining. Karena disinyalir telah dikuasai oleh mafia pertambangan. (Sudarsono/Koran SI/wdi)