Kamis, 04 Maret 2010

Coal KP owners will also have DMO obligation

Date Mar 2, 2010
Country Indonesia
Category Politics/General - Energy/Resources

The holder of KP (Mining Authoriziation) type of contract will also be
obliged to allocate a certain amount of their output to meet domestic demand
under the so-called domestic market obligation (DMO), Bisnis Indonesia
reported on Monday.

The newspaper quoted Bambang Gatot Aryono, Director General of Mineral, Coal
and Geothermal at the Ministry of Energy and Mineral Resources, as saying on
that the DMO obligation for the KP holder will be stipulated in a
ministerial decree.

KP contracts are issued by the regional governments, while the central
government issues another type of contract that is PKB2B, also known as Coal
Contract of Work. The Ministry issued the decree No. 34/2009 on Dec. 31,
2009 which impose DMO obligation on PKB2B holders.

"The DMO obligation is imposed on big KP holders, particularly those with
sustainable and huge production. Thus, there will be no discrimination,"
Bambang said.
Bambang said his office is inventorying around 8,000 KP holders which are
potentially liable to the DMO obligation.

"What is clear is that the DMO obligation will be imposed on large-scale KP
holders, such as (state owned) PT Tambang Batubara Bukit Asam) and PT Pinang
Coal Indonesia. We'll start calculating the percentage of production for DMO
this month and we expect the total amount (the amount of coal to be sold by
KP and PKB2B holders) will become known in July," he said.

Bambang also said the national coal production may reach 280 million tons
this year, up by 10-15 percent from the initial target of 250 million tons,
thanks to the recovery of coal price on the world market. China is expected
to purchase more coal this year, he explained.

The national coal output will continue to increase in the coming years as 15
companies plan to start construction this year, he said.
He said the ministry has made assumptions of coal output and domestic demand
through 2014.

The domestic coal demand is estimated at 93 million tons, while output is
projected to reach 280 million tons in 2011. The demand will increase to 95
million tons, while national output is expected to rise to 290 million tons.
In 2013, the domestic demand is projected at 95.9 million tons, while the
national output is estimated to stand at 297 million tons. In 2014, the
domestic demand is expected to increase to 110 million tons, while the
output is targeted to increase to 309 million tons.

News Source : March 01, 2010 / Petromindo.com

Newcastle sellers hold on to spot tons in lead up to Japan talks

Date Mar 3, 2010
Country Japan-Australia
Category Market - Energy/Resources

Asian coal buyers are considering offers for lower cv Indonesian thermal
coal at $72-$75/mt FOB on a 5,800 kcal/kg gross air dried basis in
preference to 6,300 kcal/kg GAR Australian thermal coal which was trading at
$94- $95/mt FOB Newcastle for prompt delivery cargoes this week.
Market participants said there had been very little buying interest from
Chinese coal buyers since the end of the Lunar New Year holiday on February
22.

"No sign from the Chinese yet -- I suspect it will take a few days for them
to settle back in from their vacation," said one market participant.
Commenting on buying interest from China a second market participant said;
"There isn't a lot yet, as it's only a few days since the Chinese New Year
finished."

Another market participant said that spot Newcastle prices were "too high"
for Chinese buyers. They may have turned their attention to Indonesian
thermal coal which was more competitive than Australian coal on an adjusted
calorific value basis.

He reported seeing significant buying interest for Indonesian 5,800 kcal/kg
GAR thermal coal though sellers wanted $72-$75/mt while buyers were willing
to pay only $69-$70/mt FOB.
"There is some buying interest for reasonable quantities of Indonesian coal
which is more competitive than Newcastle. Australian thermal coal is getting
support from high coking coal prices," the third market participant said.


An April delivery cargo of FOB Newcastle coal was bid on-screen at $92/mt
against an offer at $115/mt on globalCOAL during Asian trading hours
February 24. Later delivery cargoes were bid on-screen at $75/mt for Q2 and
$73/mt for Q3.
Australian thermal coal producers were in no apparent hurry to sell to spot
buyers given they are in the middle of price negotiations with Japanese
power utilities for annual contracts that start delivery on April 1.

There was an unconfirmed report February 24 that the contract talks had
started with Japanese utility Chubu Electric receiving an initial price
offer of $100/mt FOB Newcastle.

"Australian producers don't need to give price discounts by selling their
coal on the spot market.

Japanese coal buyers are good payers and fantastic counter parties," he
said.
He expected Newcastle spot prices to remain strong until Japan settled its
annual price contracts. "Then Australian producers will rush to place tons
of Newcastle coal with Korean and other buyers' tenders," he said. Wet
weather in Australia's coal producing regions over the past few weeks has
helped support Australian thermal coal prices, as has congestion at eastern
Australian coal ports, said market sources.

"There has been a lot of rain in Queensland and New South Wales which has
affected the market. And, there is a lot of backlog at Australian ports,"
said the second market participant. "Buyers have to wait for cargoes or else
search for cargoes at other ports," he said.

Xstrata's Rolleston thermal coal mine was expected to resume shipments from
Gladstone port in mid March after succumbing to flood water from heavy
rainfall. The open cast mine produces around 500,000 mt/month of export
coal.

Xstrata confirmed February 24, that its "force majeure remains in place" for
Rolleston.
"We are still going through the recovery process of removing water from the
pit," said a company spokesman by telephone. The discharge of floodwater
from mines is subject to strict environmental protocols in Queensland.
The Newcastle market's current tightness was expected to endure until April
or May, sources said.

News Source : Issue 960 / March 1, 2010 / Platts-International Coal Report -
copyright The McGraw Hill Companies

Jumat, 12 Februari 2010

Bea keluar batu bara bukan solusi dari DMO

Senin, 08/02/2010
Oleh: Nurbaiti
JAKARTA (Bisnis.com): Kalangan pengusaha tambang menilai rencana penerapan tambahan bea keluar ekspor batu bara kontraproduktif dan bukan merupakan solusi tepat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Priyo Pribadi Soemarno mengungkapkan secara otomatis penerapan tambahan bea keluar bagi ekspor batu bara itu juga akan mengurangi pendapatan negara.

“Tidak ada kaitannya antara penerapan bea keluar batu bara dengan pengamanan pasokan dalam negeri. Kebijakan DMO itu kan sudah ada, jadi tidak ada kaitannya dengan DMO,” ujarnya, pagi ini.

Selain akan membebani perusahaan karena meningkatkan production cost, Priyo melihat rencana pemerintah menerapkan bea keluar batu bara akan membuat komoditas tambang Indonesia itu tidak dapat bersaing di pasar global.

“Secara otomatis jumlah devisa ekspor akan turun.”

Menurut Priyo, pemerintah seharusnya lebih dulu menyampaikan kepada pengusaha tambang tentang maksud dan tujuan sebenarnya dari rencana penerapan kebijakan bea keluar batu bara.

Dengan demikian, dia menjelaskan pemerintah bersama pengusaha secara bersama-sama bisa mencari solusi tepat tanpa harus mengubah performa dan kinerja ekspor batu bara yang sudah memberikan sumbangan besar bagi pendapatan negara.

“Jangan malah nanti batu bara tidak bisa diekspor, sedangkan dalam negeri tidak mampu menyerap semuanya,” tuturnya.

Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa lebih fokus kepada berbagai persoalan yang masih membelit industri pertambangan nasional, seperti halnya masalah tumpang-tindih regulasi.

Selain itu, dia menambahkan ketentuan soal rencana tata ruang dan wilayah juga sudah menghentikan semua langkah dan proses perizinan pertambangan.

“Ini [tumpang-tindih regulasi] yang harus lebih dulu diselesaikan karena sangat crusial dan fatal pengaruhnya bagi kelangsungan industri pertambangan nasional,” tutur Priyo.

Seperti diketahui sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar mengungkapkan pemerintah telah menyiapkan bea keluar ekspor batu bara guna mengamankan pasokan dalam negeri, terutama untuk menggerakkan pembangkit tenaga listrik agar dapat memenuhi kebutuhan domestik.

Menurut Mustafa, rencana pemerintah menerapkan kebijakan tersebut karena melihat pasokan batu bara ke dalam negeri hanya 10% dari total yang dihasilkan, sementara pengiriman batu bara ke luar negeri dinilai luar biasa, hingga mencapai 90% dari total produksinya di Indonesia.

Bahkan, dia menjelaskan selain menyepakati bea keluar lebih tinggi , kelompok kerja bidang energi untuk rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2010--2014 juga akan menerapkan DMO, seperti halnya penetapan pajak ekspor progresif minyak sawit ketika harga jualnya melejit. (mrp)

Jumat, 22 Januari 2010

PLN Akan Membuka Tender Terbuka untuk PLTA Asahan III

Jumat, 22 Januari 2010 | 14:48
KONTAN ONLINE
Fitri Nur Arifenie

JAKARTA. PT PLN (Persero) sedang mempertimbangkan untuk melakukan tender terbuka terhadap proyek PLTA Asahan III. Pertimbangan tersebut, menurut Direktur Utama PLN, Dahlan Iskan untuk mendapatkan pendanaan yang paling murah dalam pembangunan PLTA Asahan tersebut. "Nanti akan kita tender untuk mendapatkan nilai proyek yang terbaik," ujar Dahlan.

Awalnya, proyek tersebut akan didanai oleh Japan Bank for International Company (JBIC) sebesar US$ 400 juta. Namun, Dahlan sedang mencari alternatif pembiayaan lebih murah. Karena ia memperhitungkan jika ditender oleh swasta harga PLTA Asahan III hanya bisa berkisar sebesar US$ 350 juta. "Itu kan selisihnya banyak," lanjut Dahlan.

Sementara itu, untuk harga listrik PLN menyanggupi US$ 2,3 sen per kWh sedangkan pihak swasta akan menawarkan harga sebesar US$ 4,6 sen per kWh. Dengan mengajak swasta dalam tender tersebut, diharapkan bahwa PLN akan mendapat harga yang sesuai dengan kemampuan PLN. "Sedikit lebih tinggi, sekitar 3 sen PLN masih bisa jalan," kata dia.

Kebutuhan Batubara PLN Meningkat Tahun Ini

Kebutuhan Batubara PLN Meningkat Tahun Ini

APBI Tolak Wacana Penghentian Ekspor Batubara

Kamis, 21 Januari 2010, 17:41 WIB

Red: krisman
Reporter: cep

JAKARTA--Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menolak keras tentang wacana penghentian ekspor batu bara yang terlontar dari sejumlah anggota Dewan Energi Nasional (DEN). Ketua APBI, Bob Kamandanu menyatakan jika kebijakan tersebut sapai diterapkan, maka dampaknya cukup massive.
''Kalau sampai dihentikan, dampaknya cukup massive, salah penggangguran, krisis global dan risiko kehilangan sumber devisa, dan investor pun akan lari,'' kata Bob kepada Republika, Kamis (21/1). Bob menuturkan, saat ini produksi batu bara Indonesia, rata-rata mencapai 250 juta ton per tahun. Sedangkan kebutuhan pasokan dalam negeri baru berkisar 60 sampai dengan 70 juta ton per tahun. ''Kalau dihentikan, yang 180 juta ton ini mau dikemanakan lagi?'' tanya Bob.
Menurutnya, jika kebutuhan dalam negeri mencapai 250 juta ton, maka dengan senang hati APBI memprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri. ''Tapi dengan catatan tidak terjadi transaksi harga yang lebih murah, kita suplai sebanyak- banyaknya,'' kata Bob.
Bob berkalkulasi, jika ada alasan batu bara digunakan untuk energi pembangkit listrik (power plant), maka dari kapasitas pembangkit 1000 MW saat ini hanya butuh sekitar tiga juta ton. Untuk bisa menyerap 210 juta ton batu bara kata dia perlu setidaknya ada 75 ribu power plant. ''Saat ini yang 10 ribu MW saja masih terendat sendat.'' kata dia.
Menurut Bob, jika memang ada wacana penghentian ekpsor batu bara, maka Indonesia harus sudah punya primadona produk unggulan yang bisa mendatangkan devisa sebagai pengganti pemasukan batu bara. ''Jika tidak, kita harus berkalkulasi dari mana mencari sedikitnya 27 triliun devisa sebagai pengganti yang selama ini disumbangkan dari royalti batu bara,'' papar Bob.
Pada kesempatan terpisah, anggota DEN, Mukhtasor secara halus menyatakan yang utama saat ini adalah menjaga ketahanan energi secara nasional. Menurut Mukhtasor potensi energi yang dimiliki Indonesia saat ini seperti batu bara, migas dan lainnya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk per kapita terlalu sedikit.
Sehingga, lanjut dia, jika dihabiskan bisa menjadi ancaman bagi ketahanan energi nasional dan belum tentu aman untuk jangka panjang. ''Perhatian kita bagaimana batu bara ini secara bertahap direorientasi, pasokan dalam negeri cukup, dan jangka panjang pun aman,''kata dia. Mukhatsor menambahkan, saat ini ada persoalan, di mana cadangan energi nasional jika dibanding cadangan energi fosil dunia, berada di bawah rata-rata.
Untuk itu kata dia DEN berupaya untuk menjaga ketahanan jangka panjang tetap aman. ''Jangan sampai kita kesulitan energi karena belum ada penggantinya,'' kata dia. Karena, untuk menemukan energi terbaru biayanya mahal dan tidak sebanding dengan pengurasan energi cadangan. Reorientasi ini lanjut Mukhtasor memang bertahap. ''Kebijakan baru pada 40 tahun lagi lebih diprioritaskan kebutuhan keamanan pasokan dalam negeri, dengan catatan cadangan produksi 40-50 tahun ke depan masih aman,'' kata dia.
Mukhtasor mengakui, pada suatu saat nanti ada proses pengurangan sampai dengan penghentian ekpsor batu bara. Tetapi, kata dia, harus ada sisi lain sebagai pengganti. ''Dimungkinakan secara bertahap, sedikit demi sekidit dan cadangan kita harus melimpah,'' kata dia.
Mukhatsor memaparkan data terbaru catatan per Desember 2009 tentang kondisi batu bara 2008: cadangan total 20,9 miliar ton, atau sekitar 99 ton batu bara per kapita. ''Namun cadangan terbukti hanya 5,5 miliar ton atau sekitar 26 ton batu bara per kapita.''
Sementara itu Ketua Harian DEN, Darwin Zahedy Saleh membantah tentang adanya wacana usulan DEN tentang penghentian ekspor batubara. ''Tidak ada rencana untuk penghentian ekspor batubara,'' kata Darwin Kamis (21/1). Potenis ekpor batu bara saat ini kata dia masih besar dan yang terpenting adalah pasokan dalam negeri tetap terjamin.

Jumat, 15 Januari 2010

PLTU Bebas Krisis Batu Bara Tahun Ini

From Media Indonesia
Sabtu, 16 Januari 2010

JAKARTA--MI: Defisit pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN yang selama ini sering terjadi, diyakini tidak akan terulang lagi tahun ini. Hal itu disebabkan persediaan batu bara untuk PLN masih sangat besar. Dari total kebutuhan PLN per tahun sekitar 70 juta ton produksi batu bara nasional bisa lebih dari 3 kali lipat dari jumlah tersebut.

"Total produksi batu bara PLN tidak sampai 70 juta ton, sementara itu kemampuan produksi nasional kini telah meningkat lebih dari 3 kali lipatnya," ujar Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Kementerian ESDM, Jacobus Purwono di Jakarta, Rabu (13/1).

Menurut Purwono, jaminan ketersedian itu juga terkait dengan mekanisme komitmen persediaan batu bara khusus untuk keperluan domestik. Melalui skema domestik market obligation (DMO) pemerintah yakin bisa mengamankan suplai batubara untuk keperluan domestik.

"Kebijakan DMO sudah ada sejak lama, produsen batu bara harus mengutamakan pemenuhan batu bara DMO, sebelum mengekspor," ujar Purwono.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) telah menetapkan kuota sementara ekspor batu bara sebanyak 150 juta ton. Sementara itu potensi produksi nasional saat ini diperkirakan akan melonjak di atas 250 juta ton.

Sebelumnya, Direktur Energi Primer PLN Nur Pamuji mengatakan saat ini PLN tengah berunding dengan produsen pemasok batubara untuk mendapatkan harga baru kontrak batubara. "Kita tengah negosiasi denganb produsen batu bara untuk mendapatkan harga yang terbaik," ujar Nur Pamuji. (Jaz/OL-03)

Sabtu, 09 Januari 2010

ESDM Tetap Minta Pemda Tak Terbitkan IUP Minerba Tanpa Lelang


Jumat, 08/01/2010 11:08 WIB

Oleh Nurul Qomariyah - detikFinance

Jakarta - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Pemda tidak menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tanpa lelang hingga keluarnya RPP Minerba yang saat ini dalam proses finalisasi. Penerbitan IUP tanpa lelang oleh Pemda dinilai melanggar UU Minerba sebagai hukum positif.

Kepala Biro Hukum dan Humas ESDM, Sutisna Prawira dalam siaran persnya, Jumat (8/1/2010) menjelaskan, berdasarkan UU No.4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (Minerba), maka sistem perizinan bidang pertambangan minerba berubah.

Perizinan yang semula diberikan dalam bentuk Kuasa Pertambangan (KP), Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi IUP.

Demikian pula mekanisme memperoleh perizinan di bidang pertambangan Minerba berubah dari semula mekanisme pencadangan wilayah untuk seluruh bahan galian, beruhan menjadi IUP diterbitkan pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (SIUP) dengan cara lelang. Kecuali untuk mineral bukan logan dan batuan dengan mekanisme permohonan wilayah.

Mengingat telah terjadi perubahan bentuk dan mekanisme perizinan di bidang pertambangan mineral dan batubara serta mengingat KP tidak diatura dalam ketentuan peralihan UU Minerba, maka untuk memberikan kepastian hukum, ESDM telah mengeluarkan SE No.03.E/31/DJB/2009 tanggal 30 Januari 2009.

Surat Edaran itu meminta kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk tidak menerbitkan IUP sampai dengan terbitnya PP sebagai pelaksana UU Minerba. Namun dalam perjalannya, SE ini mendapatkan gugatan uji materiil dari Bupati Kutai Timur pada 22 Juli 2009.

Pada 9 Desember 2009, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan keputusan No.23.P/Hum.2009 yang memerintahkan pembatalan SE tersebut.

"Kementerian ESDM menghormati putusan MA, namun apabila pada saat ini ada IUP untuk mineral logal dan batubara yang diterbitkan tanpa melalui proses pelelayangan wilayah, maka hal tersebut melanggar UU Minerba sebagai hukum positif," tegas Sutisna. (qom/dnl)

Harga Batubara Sentuh US$ 100/Ton, Saham BUMI Merajalela

Jumat, 08/01/2010 17:14 WIB

Oleh :Indro Bagus SU - detikFinance

Jakarta - Harga komoditas batubara thermal di pasar spot telah menyentuh US$ 100 per ton. Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) pun menjadi buruan investor selama perdagangan pekan pertama tahun 2010.

"Harga batubara thermal di pasar spot versi Global Newcastle telah mencapai US$ 100 per ton, sedangkan cadangan batubara China menurun 24%, ini menguntungkan bagi BUMI," ujar SVP Investor Relations BUMI, Dileep Srivastava dalam penjelasannya kepada detikFinance, Jumat (8/1/2010).

Melonjaknya harga komoditas batubara di pasar spot dunia terutama didorong oleh kenaikan cepat harga minyak mentah yang kini sudah berada di atas level US$ 80 per barel. Ini menyebabkan investor melakukan pembelian saham-saham pertambangan batubara.

Pada perdagangan hari ini, indeks saham tambang naik tajam sebesar 63,780 poin (2,71%) menembus level 2.409,813. Dan seperti biasa, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) lagi-lagi menjadi pemimpin kenaikan harga saham-saham tambang.

Pada perdagangan hari ini, Jumat (8/1/2010), BUMI ditutup naik Rp 200 (7,4%) ke level Rp 2.900 dengan volume transaksi mencapai 799 juta saham senilai Rp 2,288 triliun. Aktivitas transaksi saham BUMI ramai sejak perdagangan hari kedua di 2010.

Pada penutupan perdagangan perdana, Senin (4/1/2010), BUMI masih berada di level Rp 2.425 per saham. Mendadak sejak perdagangan hari kedua hingga perdagangan hari kelima, harga saham BUMI terus menanjak seiring dengan melonjaknya harga komoditas batubara di pasar spot dunia.

Jika dibandingkan dengan hari ini, maka dalam 4 hari perdagangan, harga saham BUMI telah mengalami kenaikan sebesar Rp 475 (19,58%). Investor-investor asing pun tak henti-hentinya membeli saham BUMI selama 4 hari terakhir.

Nilai transaksi BUMI selama 4 hari terakhir (5-8 Januari 2010) mencapai Rp 6,453 triliun. Nilai tersebut setara dengan 31,66% dari total nilai transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode yang sama sebesar Rp 20,376 triliun.

Nilai transaksi beli bersih asing (foreign net buy) di seluruh pasar selama periode 5-8 Januari 2010 mencapai Rp 1,937 triliun. Sedangkan net buy asing atas saham BUMI selama 4 hari terakhir mencapai Rp 1,429 triliun.

Itu berarti, posisi net buy asing di saham BUMI menguasai 73,77% dari net buy asing di BEI selama 4 hari terakhir.

Broker-broker berbendera asing juga terus menerus melakukan pembelian saham BUMI. Selama 4 hari terakhir, 6 broker berbendera asing telah melakukan pembelian bersih (net buy) atas saham BUMI sebanyak 1,5 juta lot atau sekitar 750,6 juta saham BUMI.

Angka tersebut setara dengan 3,86% dari total saham beredar BUMI sebanyak 19,404 miliar saham. Total nilai pembelian bersih 6 broker tersebut sebesar Rp 2,052 triliun dalam 4 hari perdagangan.

PT CLSA Indonesia (KZ) membeli bersih sebanyak 394.974 lot senilai Rp 550,084 miliar. PT Credit Suisse Securities Indonesia (CS) membeli bersih sebanyak 273.386 lot senilai Rp 377,409 miliar. PT Kim Eng Securities (ZP) membeli bersih sebanyak 269.106 lot senilai Rp 359,705 miliar.

PT Macquarie Capital Securities Indonesia (RX) membeli bersih sebanyak 267.388 lot senilai Rp 356,165 miliar. PT JP Morgan Securities Indonesia (BK) membeli bersih sebanyak 161.366 lot senilai Rp 214,152 miliar. Terakhir yang baru masuk hari ini, PT RBS Asia Securities Indonesia (HG) membeli bersih sebanyak 134.993 lot senilai Rp 194,690 miliar.

Perburuan masif atas saham BUMI diperkirakan berkaitan dengan naiknya harga rata-rata batubara di pasar spot dan tuntasnya masalah pajak senilai Rp 2,1 triliun sebagaimana ditudingkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

BUMI telah melakukan pembayaran tambahan pajak PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia, masing-masing senilai US$ 119,807 juta dan US$ 92,840 juta. Totalnya sekitar US$ 212,647 juta (Rp 2,1 triliun).
(dro/qom)