Jumat, 22 Januari 2010 | 14:48
KONTAN ONLINE
Fitri Nur Arifenie
JAKARTA. PT PLN (Persero) sedang mempertimbangkan untuk melakukan tender terbuka terhadap proyek PLTA Asahan III. Pertimbangan tersebut, menurut Direktur Utama PLN, Dahlan Iskan untuk mendapatkan pendanaan yang paling murah dalam pembangunan PLTA Asahan tersebut. "Nanti akan kita tender untuk mendapatkan nilai proyek yang terbaik," ujar Dahlan.
Awalnya, proyek tersebut akan didanai oleh Japan Bank for International Company (JBIC) sebesar US$ 400 juta. Namun, Dahlan sedang mencari alternatif pembiayaan lebih murah. Karena ia memperhitungkan jika ditender oleh swasta harga PLTA Asahan III hanya bisa berkisar sebesar US$ 350 juta. "Itu kan selisihnya banyak," lanjut Dahlan.
Sementara itu, untuk harga listrik PLN menyanggupi US$ 2,3 sen per kWh sedangkan pihak swasta akan menawarkan harga sebesar US$ 4,6 sen per kWh. Dengan mengajak swasta dalam tender tersebut, diharapkan bahwa PLN akan mendapat harga yang sesuai dengan kemampuan PLN. "Sedikit lebih tinggi, sekitar 3 sen PLN masih bisa jalan," kata dia.
Kumpulan berita seputar batubara , Mineral, Enrgy dan Departemen Energi Sumberdaya Mineral Indonesia.
Jumat, 22 Januari 2010
APBI Tolak Wacana Penghentian Ekspor Batubara
Kamis, 21 Januari 2010, 17:41 WIB
Red: krisman
Reporter: cep
JAKARTA--Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menolak keras tentang wacana penghentian ekspor batu bara yang terlontar dari sejumlah anggota Dewan Energi Nasional (DEN). Ketua APBI, Bob Kamandanu menyatakan jika kebijakan tersebut sapai diterapkan, maka dampaknya cukup massive.
''Kalau sampai dihentikan, dampaknya cukup massive, salah penggangguran, krisis global dan risiko kehilangan sumber devisa, dan investor pun akan lari,'' kata Bob kepada Republika, Kamis (21/1). Bob menuturkan, saat ini produksi batu bara Indonesia, rata-rata mencapai 250 juta ton per tahun. Sedangkan kebutuhan pasokan dalam negeri baru berkisar 60 sampai dengan 70 juta ton per tahun. ''Kalau dihentikan, yang 180 juta ton ini mau dikemanakan lagi?'' tanya Bob.
Menurutnya, jika kebutuhan dalam negeri mencapai 250 juta ton, maka dengan senang hati APBI memprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri. ''Tapi dengan catatan tidak terjadi transaksi harga yang lebih murah, kita suplai sebanyak- banyaknya,'' kata Bob.
Bob berkalkulasi, jika ada alasan batu bara digunakan untuk energi pembangkit listrik (power plant), maka dari kapasitas pembangkit 1000 MW saat ini hanya butuh sekitar tiga juta ton. Untuk bisa menyerap 210 juta ton batu bara kata dia perlu setidaknya ada 75 ribu power plant. ''Saat ini yang 10 ribu MW saja masih terendat sendat.'' kata dia.
Menurut Bob, jika memang ada wacana penghentian ekpsor batu bara, maka Indonesia harus sudah punya primadona produk unggulan yang bisa mendatangkan devisa sebagai pengganti pemasukan batu bara. ''Jika tidak, kita harus berkalkulasi dari mana mencari sedikitnya 27 triliun devisa sebagai pengganti yang selama ini disumbangkan dari royalti batu bara,'' papar Bob.
Pada kesempatan terpisah, anggota DEN, Mukhtasor secara halus menyatakan yang utama saat ini adalah menjaga ketahanan energi secara nasional. Menurut Mukhtasor potensi energi yang dimiliki Indonesia saat ini seperti batu bara, migas dan lainnya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk per kapita terlalu sedikit.
Sehingga, lanjut dia, jika dihabiskan bisa menjadi ancaman bagi ketahanan energi nasional dan belum tentu aman untuk jangka panjang. ''Perhatian kita bagaimana batu bara ini secara bertahap direorientasi, pasokan dalam negeri cukup, dan jangka panjang pun aman,''kata dia. Mukhatsor menambahkan, saat ini ada persoalan, di mana cadangan energi nasional jika dibanding cadangan energi fosil dunia, berada di bawah rata-rata.
Untuk itu kata dia DEN berupaya untuk menjaga ketahanan jangka panjang tetap aman. ''Jangan sampai kita kesulitan energi karena belum ada penggantinya,'' kata dia. Karena, untuk menemukan energi terbaru biayanya mahal dan tidak sebanding dengan pengurasan energi cadangan. Reorientasi ini lanjut Mukhtasor memang bertahap. ''Kebijakan baru pada 40 tahun lagi lebih diprioritaskan kebutuhan keamanan pasokan dalam negeri, dengan catatan cadangan produksi 40-50 tahun ke depan masih aman,'' kata dia.
Mukhtasor mengakui, pada suatu saat nanti ada proses pengurangan sampai dengan penghentian ekpsor batu bara. Tetapi, kata dia, harus ada sisi lain sebagai pengganti. ''Dimungkinakan secara bertahap, sedikit demi sekidit dan cadangan kita harus melimpah,'' kata dia.
Mukhatsor memaparkan data terbaru catatan per Desember 2009 tentang kondisi batu bara 2008: cadangan total 20,9 miliar ton, atau sekitar 99 ton batu bara per kapita. ''Namun cadangan terbukti hanya 5,5 miliar ton atau sekitar 26 ton batu bara per kapita.''
Sementara itu Ketua Harian DEN, Darwin Zahedy Saleh membantah tentang adanya wacana usulan DEN tentang penghentian ekspor batubara. ''Tidak ada rencana untuk penghentian ekspor batubara,'' kata Darwin Kamis (21/1). Potenis ekpor batu bara saat ini kata dia masih besar dan yang terpenting adalah pasokan dalam negeri tetap terjamin.
Red: krisman
Reporter: cep
JAKARTA--Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menolak keras tentang wacana penghentian ekspor batu bara yang terlontar dari sejumlah anggota Dewan Energi Nasional (DEN). Ketua APBI, Bob Kamandanu menyatakan jika kebijakan tersebut sapai diterapkan, maka dampaknya cukup massive.
''Kalau sampai dihentikan, dampaknya cukup massive, salah penggangguran, krisis global dan risiko kehilangan sumber devisa, dan investor pun akan lari,'' kata Bob kepada Republika, Kamis (21/1). Bob menuturkan, saat ini produksi batu bara Indonesia, rata-rata mencapai 250 juta ton per tahun. Sedangkan kebutuhan pasokan dalam negeri baru berkisar 60 sampai dengan 70 juta ton per tahun. ''Kalau dihentikan, yang 180 juta ton ini mau dikemanakan lagi?'' tanya Bob.
Menurutnya, jika kebutuhan dalam negeri mencapai 250 juta ton, maka dengan senang hati APBI memprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri. ''Tapi dengan catatan tidak terjadi transaksi harga yang lebih murah, kita suplai sebanyak- banyaknya,'' kata Bob.
Bob berkalkulasi, jika ada alasan batu bara digunakan untuk energi pembangkit listrik (power plant), maka dari kapasitas pembangkit 1000 MW saat ini hanya butuh sekitar tiga juta ton. Untuk bisa menyerap 210 juta ton batu bara kata dia perlu setidaknya ada 75 ribu power plant. ''Saat ini yang 10 ribu MW saja masih terendat sendat.'' kata dia.
Menurut Bob, jika memang ada wacana penghentian ekpsor batu bara, maka Indonesia harus sudah punya primadona produk unggulan yang bisa mendatangkan devisa sebagai pengganti pemasukan batu bara. ''Jika tidak, kita harus berkalkulasi dari mana mencari sedikitnya 27 triliun devisa sebagai pengganti yang selama ini disumbangkan dari royalti batu bara,'' papar Bob.
Pada kesempatan terpisah, anggota DEN, Mukhtasor secara halus menyatakan yang utama saat ini adalah menjaga ketahanan energi secara nasional. Menurut Mukhtasor potensi energi yang dimiliki Indonesia saat ini seperti batu bara, migas dan lainnya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk per kapita terlalu sedikit.
Sehingga, lanjut dia, jika dihabiskan bisa menjadi ancaman bagi ketahanan energi nasional dan belum tentu aman untuk jangka panjang. ''Perhatian kita bagaimana batu bara ini secara bertahap direorientasi, pasokan dalam negeri cukup, dan jangka panjang pun aman,''kata dia. Mukhatsor menambahkan, saat ini ada persoalan, di mana cadangan energi nasional jika dibanding cadangan energi fosil dunia, berada di bawah rata-rata.
Untuk itu kata dia DEN berupaya untuk menjaga ketahanan jangka panjang tetap aman. ''Jangan sampai kita kesulitan energi karena belum ada penggantinya,'' kata dia. Karena, untuk menemukan energi terbaru biayanya mahal dan tidak sebanding dengan pengurasan energi cadangan. Reorientasi ini lanjut Mukhtasor memang bertahap. ''Kebijakan baru pada 40 tahun lagi lebih diprioritaskan kebutuhan keamanan pasokan dalam negeri, dengan catatan cadangan produksi 40-50 tahun ke depan masih aman,'' kata dia.
Mukhtasor mengakui, pada suatu saat nanti ada proses pengurangan sampai dengan penghentian ekpsor batu bara. Tetapi, kata dia, harus ada sisi lain sebagai pengganti. ''Dimungkinakan secara bertahap, sedikit demi sekidit dan cadangan kita harus melimpah,'' kata dia.
Mukhatsor memaparkan data terbaru catatan per Desember 2009 tentang kondisi batu bara 2008: cadangan total 20,9 miliar ton, atau sekitar 99 ton batu bara per kapita. ''Namun cadangan terbukti hanya 5,5 miliar ton atau sekitar 26 ton batu bara per kapita.''
Sementara itu Ketua Harian DEN, Darwin Zahedy Saleh membantah tentang adanya wacana usulan DEN tentang penghentian ekspor batubara. ''Tidak ada rencana untuk penghentian ekspor batubara,'' kata Darwin Kamis (21/1). Potenis ekpor batu bara saat ini kata dia masih besar dan yang terpenting adalah pasokan dalam negeri tetap terjamin.
Jumat, 15 Januari 2010
PLTU Bebas Krisis Batu Bara Tahun Ini
From Media Indonesia
Sabtu, 16 Januari 2010
JAKARTA--MI: Defisit pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN yang selama ini sering terjadi, diyakini tidak akan terulang lagi tahun ini. Hal itu disebabkan persediaan batu bara untuk PLN masih sangat besar. Dari total kebutuhan PLN per tahun sekitar 70 juta ton produksi batu bara nasional bisa lebih dari 3 kali lipat dari jumlah tersebut.
"Total produksi batu bara PLN tidak sampai 70 juta ton, sementara itu kemampuan produksi nasional kini telah meningkat lebih dari 3 kali lipatnya," ujar Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Kementerian ESDM, Jacobus Purwono di Jakarta, Rabu (13/1).
Menurut Purwono, jaminan ketersedian itu juga terkait dengan mekanisme komitmen persediaan batu bara khusus untuk keperluan domestik. Melalui skema domestik market obligation (DMO) pemerintah yakin bisa mengamankan suplai batubara untuk keperluan domestik.
"Kebijakan DMO sudah ada sejak lama, produsen batu bara harus mengutamakan pemenuhan batu bara DMO, sebelum mengekspor," ujar Purwono.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) telah menetapkan kuota sementara ekspor batu bara sebanyak 150 juta ton. Sementara itu potensi produksi nasional saat ini diperkirakan akan melonjak di atas 250 juta ton.
Sebelumnya, Direktur Energi Primer PLN Nur Pamuji mengatakan saat ini PLN tengah berunding dengan produsen pemasok batubara untuk mendapatkan harga baru kontrak batubara. "Kita tengah negosiasi denganb produsen batu bara untuk mendapatkan harga yang terbaik," ujar Nur Pamuji. (Jaz/OL-03)
Sabtu, 16 Januari 2010
JAKARTA--MI: Defisit pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN yang selama ini sering terjadi, diyakini tidak akan terulang lagi tahun ini. Hal itu disebabkan persediaan batu bara untuk PLN masih sangat besar. Dari total kebutuhan PLN per tahun sekitar 70 juta ton produksi batu bara nasional bisa lebih dari 3 kali lipat dari jumlah tersebut.
"Total produksi batu bara PLN tidak sampai 70 juta ton, sementara itu kemampuan produksi nasional kini telah meningkat lebih dari 3 kali lipatnya," ujar Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Kementerian ESDM, Jacobus Purwono di Jakarta, Rabu (13/1).
Menurut Purwono, jaminan ketersedian itu juga terkait dengan mekanisme komitmen persediaan batu bara khusus untuk keperluan domestik. Melalui skema domestik market obligation (DMO) pemerintah yakin bisa mengamankan suplai batubara untuk keperluan domestik.
"Kebijakan DMO sudah ada sejak lama, produsen batu bara harus mengutamakan pemenuhan batu bara DMO, sebelum mengekspor," ujar Purwono.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) telah menetapkan kuota sementara ekspor batu bara sebanyak 150 juta ton. Sementara itu potensi produksi nasional saat ini diperkirakan akan melonjak di atas 250 juta ton.
Sebelumnya, Direktur Energi Primer PLN Nur Pamuji mengatakan saat ini PLN tengah berunding dengan produsen pemasok batubara untuk mendapatkan harga baru kontrak batubara. "Kita tengah negosiasi denganb produsen batu bara untuk mendapatkan harga yang terbaik," ujar Nur Pamuji. (Jaz/OL-03)
Sabtu, 09 Januari 2010
ESDM Tetap Minta Pemda Tak Terbitkan IUP Minerba Tanpa Lelang
Jumat, 08/01/2010 11:08 WIB
Oleh Nurul Qomariyah - detikFinance
Jakarta - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Pemda tidak menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tanpa lelang hingga keluarnya RPP Minerba yang saat ini dalam proses finalisasi. Penerbitan IUP tanpa lelang oleh Pemda dinilai melanggar UU Minerba sebagai hukum positif.
Kepala Biro Hukum dan Humas ESDM, Sutisna Prawira dalam siaran persnya, Jumat (8/1/2010) menjelaskan, berdasarkan UU No.4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (Minerba), maka sistem perizinan bidang pertambangan minerba berubah.
Perizinan yang semula diberikan dalam bentuk Kuasa Pertambangan (KP), Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi IUP.
Demikian pula mekanisme memperoleh perizinan di bidang pertambangan Minerba berubah dari semula mekanisme pencadangan wilayah untuk seluruh bahan galian, beruhan menjadi IUP diterbitkan pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (SIUP) dengan cara lelang. Kecuali untuk mineral bukan logan dan batuan dengan mekanisme permohonan wilayah.
Mengingat telah terjadi perubahan bentuk dan mekanisme perizinan di bidang pertambangan mineral dan batubara serta mengingat KP tidak diatura dalam ketentuan peralihan UU Minerba, maka untuk memberikan kepastian hukum, ESDM telah mengeluarkan SE No.03.E/31/DJB/2009 tanggal 30 Januari 2009.
Surat Edaran itu meminta kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk tidak menerbitkan IUP sampai dengan terbitnya PP sebagai pelaksana UU Minerba. Namun dalam perjalannya, SE ini mendapatkan gugatan uji materiil dari Bupati Kutai Timur pada 22 Juli 2009.
Pada 9 Desember 2009, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan keputusan No.23.P/Hum.2009 yang memerintahkan pembatalan SE tersebut.
"Kementerian ESDM menghormati putusan MA, namun apabila pada saat ini ada IUP untuk mineral logal dan batubara yang diterbitkan tanpa melalui proses pelelayangan wilayah, maka hal tersebut melanggar UU Minerba sebagai hukum positif," tegas Sutisna. (qom/dnl)
Harga Batubara Sentuh US$ 100/Ton, Saham BUMI Merajalela
Jumat, 08/01/2010 17:14 WIB
Oleh :Indro Bagus SU - detikFinance
Jakarta - Harga komoditas batubara thermal di pasar spot telah menyentuh US$ 100 per ton. Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) pun menjadi buruan investor selama perdagangan pekan pertama tahun 2010.
"Harga batubara thermal di pasar spot versi Global Newcastle telah mencapai US$ 100 per ton, sedangkan cadangan batubara China menurun 24%, ini menguntungkan bagi BUMI," ujar SVP Investor Relations BUMI, Dileep Srivastava dalam penjelasannya kepada detikFinance, Jumat (8/1/2010).
Melonjaknya harga komoditas batubara di pasar spot dunia terutama didorong oleh kenaikan cepat harga minyak mentah yang kini sudah berada di atas level US$ 80 per barel. Ini menyebabkan investor melakukan pembelian saham-saham pertambangan batubara.
Pada perdagangan hari ini, indeks saham tambang naik tajam sebesar 63,780 poin (2,71%) menembus level 2.409,813. Dan seperti biasa, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) lagi-lagi menjadi pemimpin kenaikan harga saham-saham tambang.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (8/1/2010), BUMI ditutup naik Rp 200 (7,4%) ke level Rp 2.900 dengan volume transaksi mencapai 799 juta saham senilai Rp 2,288 triliun. Aktivitas transaksi saham BUMI ramai sejak perdagangan hari kedua di 2010.
Pada penutupan perdagangan perdana, Senin (4/1/2010), BUMI masih berada di level Rp 2.425 per saham. Mendadak sejak perdagangan hari kedua hingga perdagangan hari kelima, harga saham BUMI terus menanjak seiring dengan melonjaknya harga komoditas batubara di pasar spot dunia.
Jika dibandingkan dengan hari ini, maka dalam 4 hari perdagangan, harga saham BUMI telah mengalami kenaikan sebesar Rp 475 (19,58%). Investor-investor asing pun tak henti-hentinya membeli saham BUMI selama 4 hari terakhir.
Nilai transaksi BUMI selama 4 hari terakhir (5-8 Januari 2010) mencapai Rp 6,453 triliun. Nilai tersebut setara dengan 31,66% dari total nilai transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode yang sama sebesar Rp 20,376 triliun.
Nilai transaksi beli bersih asing (foreign net buy) di seluruh pasar selama periode 5-8 Januari 2010 mencapai Rp 1,937 triliun. Sedangkan net buy asing atas saham BUMI selama 4 hari terakhir mencapai Rp 1,429 triliun.
Itu berarti, posisi net buy asing di saham BUMI menguasai 73,77% dari net buy asing di BEI selama 4 hari terakhir.
Broker-broker berbendera asing juga terus menerus melakukan pembelian saham BUMI. Selama 4 hari terakhir, 6 broker berbendera asing telah melakukan pembelian bersih (net buy) atas saham BUMI sebanyak 1,5 juta lot atau sekitar 750,6 juta saham BUMI.
Angka tersebut setara dengan 3,86% dari total saham beredar BUMI sebanyak 19,404 miliar saham. Total nilai pembelian bersih 6 broker tersebut sebesar Rp 2,052 triliun dalam 4 hari perdagangan.
PT CLSA Indonesia (KZ) membeli bersih sebanyak 394.974 lot senilai Rp 550,084 miliar. PT Credit Suisse Securities Indonesia (CS) membeli bersih sebanyak 273.386 lot senilai Rp 377,409 miliar. PT Kim Eng Securities (ZP) membeli bersih sebanyak 269.106 lot senilai Rp 359,705 miliar.
PT Macquarie Capital Securities Indonesia (RX) membeli bersih sebanyak 267.388 lot senilai Rp 356,165 miliar. PT JP Morgan Securities Indonesia (BK) membeli bersih sebanyak 161.366 lot senilai Rp 214,152 miliar. Terakhir yang baru masuk hari ini, PT RBS Asia Securities Indonesia (HG) membeli bersih sebanyak 134.993 lot senilai Rp 194,690 miliar.
Perburuan masif atas saham BUMI diperkirakan berkaitan dengan naiknya harga rata-rata batubara di pasar spot dan tuntasnya masalah pajak senilai Rp 2,1 triliun sebagaimana ditudingkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
BUMI telah melakukan pembayaran tambahan pajak PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia, masing-masing senilai US$ 119,807 juta dan US$ 92,840 juta. Totalnya sekitar US$ 212,647 juta (Rp 2,1 triliun).
(dro/qom)
Oleh :Indro Bagus SU - detikFinance
Jakarta - Harga komoditas batubara thermal di pasar spot telah menyentuh US$ 100 per ton. Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) pun menjadi buruan investor selama perdagangan pekan pertama tahun 2010.
"Harga batubara thermal di pasar spot versi Global Newcastle telah mencapai US$ 100 per ton, sedangkan cadangan batubara China menurun 24%, ini menguntungkan bagi BUMI," ujar SVP Investor Relations BUMI, Dileep Srivastava dalam penjelasannya kepada detikFinance, Jumat (8/1/2010).
Melonjaknya harga komoditas batubara di pasar spot dunia terutama didorong oleh kenaikan cepat harga minyak mentah yang kini sudah berada di atas level US$ 80 per barel. Ini menyebabkan investor melakukan pembelian saham-saham pertambangan batubara.
Pada perdagangan hari ini, indeks saham tambang naik tajam sebesar 63,780 poin (2,71%) menembus level 2.409,813. Dan seperti biasa, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) lagi-lagi menjadi pemimpin kenaikan harga saham-saham tambang.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (8/1/2010), BUMI ditutup naik Rp 200 (7,4%) ke level Rp 2.900 dengan volume transaksi mencapai 799 juta saham senilai Rp 2,288 triliun. Aktivitas transaksi saham BUMI ramai sejak perdagangan hari kedua di 2010.
Pada penutupan perdagangan perdana, Senin (4/1/2010), BUMI masih berada di level Rp 2.425 per saham. Mendadak sejak perdagangan hari kedua hingga perdagangan hari kelima, harga saham BUMI terus menanjak seiring dengan melonjaknya harga komoditas batubara di pasar spot dunia.
Jika dibandingkan dengan hari ini, maka dalam 4 hari perdagangan, harga saham BUMI telah mengalami kenaikan sebesar Rp 475 (19,58%). Investor-investor asing pun tak henti-hentinya membeli saham BUMI selama 4 hari terakhir.
Nilai transaksi BUMI selama 4 hari terakhir (5-8 Januari 2010) mencapai Rp 6,453 triliun. Nilai tersebut setara dengan 31,66% dari total nilai transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode yang sama sebesar Rp 20,376 triliun.
Nilai transaksi beli bersih asing (foreign net buy) di seluruh pasar selama periode 5-8 Januari 2010 mencapai Rp 1,937 triliun. Sedangkan net buy asing atas saham BUMI selama 4 hari terakhir mencapai Rp 1,429 triliun.
Itu berarti, posisi net buy asing di saham BUMI menguasai 73,77% dari net buy asing di BEI selama 4 hari terakhir.
Broker-broker berbendera asing juga terus menerus melakukan pembelian saham BUMI. Selama 4 hari terakhir, 6 broker berbendera asing telah melakukan pembelian bersih (net buy) atas saham BUMI sebanyak 1,5 juta lot atau sekitar 750,6 juta saham BUMI.
Angka tersebut setara dengan 3,86% dari total saham beredar BUMI sebanyak 19,404 miliar saham. Total nilai pembelian bersih 6 broker tersebut sebesar Rp 2,052 triliun dalam 4 hari perdagangan.
PT CLSA Indonesia (KZ) membeli bersih sebanyak 394.974 lot senilai Rp 550,084 miliar. PT Credit Suisse Securities Indonesia (CS) membeli bersih sebanyak 273.386 lot senilai Rp 377,409 miliar. PT Kim Eng Securities (ZP) membeli bersih sebanyak 269.106 lot senilai Rp 359,705 miliar.
PT Macquarie Capital Securities Indonesia (RX) membeli bersih sebanyak 267.388 lot senilai Rp 356,165 miliar. PT JP Morgan Securities Indonesia (BK) membeli bersih sebanyak 161.366 lot senilai Rp 214,152 miliar. Terakhir yang baru masuk hari ini, PT RBS Asia Securities Indonesia (HG) membeli bersih sebanyak 134.993 lot senilai Rp 194,690 miliar.
Perburuan masif atas saham BUMI diperkirakan berkaitan dengan naiknya harga rata-rata batubara di pasar spot dan tuntasnya masalah pajak senilai Rp 2,1 triliun sebagaimana ditudingkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
BUMI telah melakukan pembayaran tambahan pajak PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia, masing-masing senilai US$ 119,807 juta dan US$ 92,840 juta. Totalnya sekitar US$ 212,647 juta (Rp 2,1 triliun).
(dro/qom)
Label:
coal prices,
harga batubara,
indonesian coal
Langganan:
Postingan (Atom)